Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bidah Melawan Kedunguan Berkedok Religiusitas




Tanpa menyinggung siapapun. Jangan merasa juga, karena kita bukan waled dalam film bid'ah. Menurut saya Film Bidah bukan sekadar tontonan, tapi tamparan. Ia memaksa kita bertanya, "Benarkah selama ini kita terlalu sibuk menghakimi orang lain, hingga lupa mengoreksi diri sendiri?".


Kisahnya yang penuh kontroversi justru mengungkap borok hipokrisi di masyarakat di mana banyak yang berteriak "sesat!" tapi diam saat melihat korupsi, nepotisme dan pelecehan seksual. Inilah hikmah terbesarnya bagian dari kritikan halus bahwa agama sering dijadikan tameng, bukan pedoman.


Siapa sangka, film ini justru menjadi mirror effect bagi penontonnya. Adegan-adegan yang dianggap "menyinggung" sebenarnya cermin dari realita yang kita hindari. Misalnya, ritual tanpa makna yang dikemas glamor, atau figur ulama yang lebih peduli pengikut yang banyak daripada kebenaran. Film Bidah berani menohok: "Jika agama hanya jadi pertunjukan, bukankah itu bid’ah atau kesesatan sejati?"


Tapi di balik kritik pedasnya, film ini juga menyisipkan harapan. Tokoh-tokohnya yang "tersesat" justru mengajak kita merenung, bagaimana jika dakwah dilakukan dengan kasih sayang, bukan penghakiman? Alih-alih memvonis, film ini mengajak dialog persis seperti Nabi yang mendidik, bukan mencaci. Di sini, Bidah berhasil mencuri perhatian, agama harus memanusiakan, bukan mengalienasi atau saling menghakimi.


Reaksi penonton pun terbelah. Ada yang marah, ada yang tersentuh. Justru di situlah kehebatan film bidah, ia memantik diskusi tentang batasan antara tradisi dan penyimpangan. Film ini mengingatkan: "Jangan sampai kita jadi seperti ahli kitab yang sok suci, tapi gagal paham esensi ajaran." Jika ditelaah, Bidah bukan menyerang agama, atau tokoh agama justru "melawan kedunguan berkedok religiusitas". Catat itu!.


Akhirnya, film Bidah mengajarkan satu hikmah besar bahwa kritik bukan musuh iman, tapi alat penyempurnanya. Daripada ribut memperdebatkan "layak atau tidak"nya di tonton film ini, lebih baik kita menangkap pesannya "jangan sampai kita sibuk menyesatkan orang lain, sementara diri sendiri tenggelam dalam kemunafikan. Layar kaca dari malaysia sudah membuka mata, sekarang tinggal kita mau belajar, atau terus memilih tersinggung?


Rizki Dasilva